Peningkatan agensi dan kapasitas bertindak perempuan merupakan salah satu agenda yang dilakukan oleh Sekolah Rintisan Perempuan untuk Perubahan (La Rimpu). Yayasan yang berdiri sejak 2018 ini, punya perhatian khusus pada isu perempuan dan perdamaian, dengan jargon mahawo, manggawo, marimpa (mendinginkan, meneduhkan, dan menginspirasi) La Rimpu berupaya untuk menebarkan nilai-nilai perdamaian di Nusa Tenggara Barat.

Baca juga: Namanya Erita, Erita Ibrahim, Ibu Rumah Tangga

Salah satu desa dampingan La Rimpu ialah Desa Renda, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima. Beberapa tahun lalu, desa ini terlibat konflik dengan desa sebelahnya, Desa Ngali. Untuk mendalami peran La Rimpu dan praktik baik yang selama ini dilakukan La Rimpu di Desa Renda, Ang Rijal Anas dari larimpu.org berkesempatan mewawancarai Hajrah (selanjutnya Kak Hajrah), perempuan yang sehari-harinya mengajar di salah satu PAUD di Renda dan sekaligus fasilitator Desa Renda untuk Program Desa Damai (Kampo Mahawo) kerja sama UN Women, Wahid Foundation, dan La Rimpu. Berikut wawancara kami.

Bagaimana Latar Belakang Kak Hajrah?

Saya anak pertama dari lima bersaudara, bapak saya seorang petani dan ibu saya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pada tahun 1996, saya tamat SMA di Bima dan pada tahun itu juga saya memutuskan untuk merantau ke Jakarta. Saya bekerja di pabrik sepatu di wilayah Tangerang, Banten sampai tahun 2002. Setelah itu, sekitar akhir tahun 2002, saya pindah ke Bogor dengan adik saya dan tinggal di asrama Brimob setempat. Selama di Bogor saya bekerja di perusahaan konveksi hingga 2006.

Sejak Kapan Kak Hajrah Memutuskan Pulang Kampung ke Desa Renda?

Tahun 2007, saya memutuskan untuk pulang kampung. Saya langsung mengajar di salah satu PAUD di Desa Renda sampai tahun 2010. Saya berhenti karena penyakit yang saya derita. Tahun 2013 saya memutuskan untuk ke Bogor kembali, kali ini bukan untuk bekerja, tapi untuk berobat. Alhamdulillah, sekarang sudah sembuh. Mulai 2014 saya kembali mengajar di PAUD, tapi kali ini, PAUD yang berbeda dengan sebelumnya sampai sekarang. Selain ngajar, saya juga sebagai bendahara BUMDES Renda, PKK, Kader Posyandu, dan ini La Rimpu.

Bagaimana Kak Hajrah Menggambarkan Diri Anda?

Wah, pertanyaan sulit ini. Saya orangnya biasa-biasa aja, santai tapi harus tuntas apa pun kepercayaan saya. Kepercayaan orang itu mahal. Banyak orang yang bilang saya keras, saya kira bukan keras, tapi tegas. Kalau ketemu di jalan atau di mana, jangan takut menyapa saya, saya senang disapa begitu, saya suka banyak teman, kenalan. Tapi, paling benci dengan orang yang suka bohong.

Apakah Sikap Kak Hajrah Sekarang Dipengaruhi juga dengan Didikan Orang Tua?

Benar, sangat berpengaruh. Kan, orang tua sebagai madrasatul ula. Madrasah pertama untuk anak-anaknya.

Bagaimana Kak Hajrah Bisa Bergabung dengan La Rimpu?

Kalau ingat itu, lucu juga. Awalnya saya lihat salah satu postingan di facebook akhir 2018 kalau tidak salah. Ketiban untung, saya diajak sama Bu Kades Renda untuk bergabung dengan senang hati saya mengiyakan, saya kira awalnya La Rimpu untuk orang-orang yang rimpu (salah satu tradisi Bima bagi perempuan mengenakan sarung nggoli sebagai hijab perempuan). Ternyata La Rimpu itu sekolah, wadah perempuan untuk bertemu. Kalau tidak salah, dulu itu antara perempuan Desa Renda dan Desa Ngali saja seingat saya. Dulu itu, kegiatannya ada arisan, marawis, membuat bawang goreng, membuat kerajinan tangan dari kain renda. Banyak pokoknya.

Baca juga: Audiensi dengan Masyarakat Desa Roi, Tim UN Women Terkesan dengan Geliat Perempuan di Akar Rumput

Soalnya, dulu itu, Desa Renda dan Desa Ngali sering terjadi konflik. Permasalahan sepele akhirnya orang tua ikut terlibat jadinya konflik berkepanjangan. Tapi sejak La Rimpu hadir dan ibu-ibu juga sering dikasih pelatihan perdamaian kita sudah seperti saudara sendiri.

Bagaimana Kak Hajrah Menggambarkan Masyarakat Desa Renda?

Masyarakat Desa Renda itu mayoritas petani. Petani bawang merah. Biasanya dari bulan Februari-Oktober masyarakat ore malao kanggihi (bertani keluar daerah), ada yang ke Sila, Dompu, sampai Sumbawa. Nah, saya kira karena faktor itu juga banyak anak ditinggal orang tuanya mereka dikasih kemewahan, motor, uang, handphone. Karena minim pengawasan, anak-anak bebas melakukan apa saja dengan fasilitas itu banyak terjadilah pernikahan dini, narkoba itu. Tinggal kita edukasi dan advokasi lagi saya kira, karena maalum lao ngupa ngaha wali ka (mereka pergi untuk mencari nafkah juga) untuk biaya sekolah, rumah tangga, dan kebutuhan hidup lainnya.

Hajrah (duduk paling kanan) mengikuti kegiatan La Rimpu Renda-Ngali

Sebagai Fasilitator Desa, Bagaimana Kak Hajrah Mengadvokasi Hal itu?

Karena saya juga tergabung dengan La Rimpu, kader DP3AKS, mitra BPS itu, saya sering turun ke lapangan untuk mendata anak-anak yang ditinggal orang tuanya bertani. Kalau bertemu dengan ibu-ibu yang sedang kumpul-kumpul di sarangge (bale bambu) saya sering berdialog dan mengkampanyekan bahaya narkoba, judi online, melakukan pengawasan pada warga. Saat rawi rasa (kegiatan kampung) seperti rapat, musyawarah juga begitu. Alhamdulillah, sedikit demi sedikit perubahan itu mulai ada. Sekarang-sekarang, jika mereka libur sekolahnya, anak-anaknya juga ikut bersama orang tuanya ke ladang untuk membantu orang tuanya.  

Menurut Kak Hajrah, Bagaimana Kontribusi La Rimpu Selama Ini di Desa Renda?

Seiring waktu, masyarakat Desa Renda mulai mengerti apa itu La Rimpu yaitu sekolah, wadah perjumpaan bagi perempuan untuk aktif dan meningkatkan peran-peran perempuan di desa. Pokoknya ore poda ilmu mbeipa La Rimpu (banyak ilmu yang ditularkan La Rimpu) kepada perempuan di Desa Renda. Selain itu, yang besar kontribusinya itu pembuatan kerajinan dan produk-produk UMKM, tas, syal, baju, dompet dari kain yang ditenun oleh ibu-ibu di Desa Renda. Jadi tidak hanya produknya sarung aja. Lebih bervariasi. Yang penting juga lewat La Rimpu, saya bertemu banyak orang, kenal, dan berdialog, saya lebih percaya diri. Dan masih banyak lagi deh kontribusi dan perubahan-perubahan yang saya alami untuk diri saya semenjak bergabung dengan La Rimpu.

Untuk Tantangan La Rimpu ke Depan, Menurut Kak Hajrah?

Ini sih, masih kurang partisipasi masyarakat di Desa Renda, juga partisipasi dari pemerintah desa ini menurut saya masih kurang. Mungkin, ke depan semakin hari masyarakat akan sadar bahwa La Rimpu banyak memberikan insight yang positif bagi perempuan dan masyarakat umumnya.

Terakhir, Harapan Kak Hajrah untuk La Rimpu?

Menurut saya, dengan Program Desa Damai (Kampo Mahawo) ini juga bisa maksimal mengurangi masalah-masalah yang terjadi di Desa Renda seperti judi online, narkoba, dan pernikahan dini. Dengan teknik advokasi dan sosialisasi yang dilakukan, saya kira mampu kita minimalisir masalah-masalah tersebut.