Kadang, semangat membangun tidak muncul dari kelebihan, tapi justru dari rasa kekurangan. Begitulah kisah Putri, Awal, Ratu, Kurniawati. Lima anak muda dari Desa Penapali, yang awalnya hanya ingin satu hal sederhana melihat pemuda desanya punya peran. Semua bermula ketika mereka mengikuti Kelas Inisiator Perdamaian yang difasilitasi oleh Wahid Foundation dengan La Rimpu. KIP ini mempertemukan lima pemuda dari setiap desa (Kalampa, Dadibou, Penapali, Roka dan Renda).

Di kelas itu, mereka bukan hanya belajar tentang perdamaian. Tapi mereka juga menyaksikan sesuatu yang lebih kuat, bagaimana semangat pemuda dari desa-desa lain yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Dalam diskusi dengan bangga mereka menampilkan potensi desanya masing-masing entah itu dari sisi alam, pendidikan, maupun seni budaya. “Kami ingin seperti mereka, kami ingin punya pemuda yang aktif, yang peduli, dan yang membangun Desa Penapali” terlintas dihati juga keinginan seperti desa lain mempunyai pemuda aktif yang membangun desanya masing masing ujar Putri.
Saat penyusunan rencana kerja di akhir kelas, mereka pun menulisnya dengan jujur bahwa Desa Penapali perlu komunitas pemuda sebagai agen perubahan. Namun sepulangnya dari pelatihan pertama yaitu Kelas Inisiator Perdamaian Batch I mimpi itu belum langsung menjadi nyata. Perlu waktu, perlu pendekatan, dan yang paling sulit perlu keberanian untuk mengajak. Karena Putri aslinya adalah sosok introvert, kurang percaya diri dan kurang memiliki teman sepergaulan yang banyak. Tetapi Putri tak menyerah, ia dan teman-temannya perlahan menjangkau satu demi satu pemuda lain yang mereka anggap dekat dan punya semangat seperti mereka.
Baca juga: Namanya Erita, Erita Ibrahim, Ibu Rumah Tangga
KIP Batch 2 menjadi titik balik, semangat yang semula ragu mulai tegak. Keinginan menjadi langkah yang sangat berani untuk bertekad bahwa Penapali harus dibentuk komunitas khusus anak muda. Putri mulai mengajak orang-orang terdekat, mempengaruhi mereka dan perlahan mereka ikut bergabung dan punya visi yang sama sehingga terbentuklah nama Komunitas Pemuda Penapali (KOPAP) yang di ketuai Oleh Putri dan Pengurus inti lainnya adalah Awal, Ratu, Kurniawati.
Setelah beberapa bulan ini terbantuk Putri dan kawan-kawan tidak ingin KOPAP hanya menjadi sebuah nama saja tetapimereka memulai membangun KOPAP tanpa anggaran besar, tanpa sponsor, tanpa panggung. Yang mereka punya hanya kas sukarela Rp 5.000 per minggu, dan komitmen dari hati.
Tapi dengan itulah, mereka berhasil menyelenggarakan berbagai kegiatan nyata:
- Gotong royong bulanan untuk membersihkan lingkungan
- Penyuluhan kesehatan dari BKKBN
- Pawai obor yang membakar semangat kebersamaan
- Pembentukan tim tari sebagai ruang ekspresi budaya
- Senam bersama pemuda Dadibou sebagai bentuk kolaborasi lintas desa
- Aksi galang dana untuk korban kebakaran sebagai wujud solidaritas
Dari kegiatan-kegiatan ini, masyarakat mulai percaya, Kepala Desa Penapali pun mulai memberi perhatian, bahkan turut mendukung kegiatan mereka dengan bantuan materiil. Kini, KOPAP bukan hanya simbol tetapi ia adalah gerakan. Sebuah ruang bagi pemuda untuk bertumbuh, berkontribusi, dan membangun harapan baru untuk Penapali. Putri dan teman-temannya telah membuktikan bahwa perubahan tidak perlu menunggu. Cukup dimulai dari hati, dari rumah sendiri, dan dari orang terdekat yang ada.
*Miratun Syarifah, Project Officer La Rimpu