Jika mendengar kata “Perempuan”, mayoritas pemikiran kita akan mendefinisikan perempuan sebagai ibu rumah tangga,, istri, sosok yang lemah  yang butuh perlindungan, dan banyak definisi-definisi lainnya yang menempatkan Perempuan sebagai mahluk kelas dua. Perempuan dulunya hanya bersentuhan dengan tiga ranah domestik (Dapur, Sumur, dan Kasur) yakni membersihkan rumah, memasak, mencuci, mengurus anak, maupun sekedar menjadi pelengkap isi rumah tangga.

Pernyataan tersebut tidaklah salah, namun tidak pula menjadi suatu pembenaran yang menempatkan Perempuan menjadi mahluk kelas dua dalam rumah tangga maupun sisi-sisi kehidupan. Stigma demikian, tidak hanya lahir dari pemikiran kaum laki-laki semata, akan tetapi kaum Perempuan pun mempunyai pemikiran yang sama. Hal tersebut didasari adanya budaya patriakhi yang mengukung dan membatasi peran kaum Perempuan di tengah-tengah masyarakat kita.

Stigma yang menempatkan Perempuan sebagai mahluk lemah perlahan mulai memudar lantaran massive-nya issue mengenai kesetaraan gender yang digaungkan serta diperbincangan di berbagai platform media massa oleh para aktivis perempuan. Perlahan namun pasti, peran perempuan kini mengarah pada peningkatan kapasitas dan pembaharuan.

Baca juga: Kesetaraan Gender di NTB: Agama, Budaya, Kepemimpinan Perempuan, Perda Diskriminatif Gender, WPS (<i>Women, Peace, and Security</i>), dan Pembangunan Berbasis Keluarga

Kini banyak para perempuan yang memiliki hak yang sama dengan laki- laki dalam mendapatkan pendidikan dan pekerjaan. Perempuan kini dapat mencicipi akses pendidikan yang lebih luas lagi, pun posisi perempuan era kini, tidak lagi terkurung dalam kegelapan intelektualitas.

Perempuan dan Politik

Dalam sektor politik, partisipasi Perempuan tidak bisa kita nafikan. Keterlibatan Perempuan pada bidang politik di Indonesia dapat ditelusuri sejak pemilu tahun 1955. Namun demikian, menjadi anomali ketika masih adanya kesenjangan dalam partisipasi politik perempuan yang membuat mereka belum terwakili secara setara di lembaga-lembaga pemerintahan, baik itu legislatif maupun lembaga eksekutif.

Dinamika politik era kini tidak hanya diisi oleh kalangan politisi laki-laki semata, akan tetapi politisi perempuan pun banyak telah ikut terjun ke dunia politik. Sejarah telah mencatat bahwa negara kita pernah memiliki seorang presiden pertama dan masih menjadi satu-satunya Perempuan yakni Megawati Soekarno Putri.

Adanya kesetaraan gender merupakan suatu landasan dalam konstruksi  pembangunan yang adil dan berkelanjutan, dimana dalam hal ini partisipasi perempuan dalam politik juga dapat mempengaruhi dunia politik terlebih lembaga-lembaga politik yang seharusnya dapat menjadi pemberdayaan politik bagi perempuan.

Pada proses berdemokrasi, adanya keterwakilan dan partisipasi Perempuan pada lembaga perwakilan rakyat maupun lembaga-lembaga publik dalam proses pengambilan keputusan politik memang tidak lah mudah. Namun demikian, hal tersebut bukanlah suatu keniscayaan. Perjuangan yang terus menerus dilakukan untuk mewujudkan hak  setiap orang untuk mencapai persamaan dan keadilan, salah satunya adalah dengan mewujudkan peraturan perundang-undangan yang  memiliki keberpihakan dan afirmatif terhadap peningkatan keterwakilan perempuan.

Dari hal itu tidak  menutup kemungkinan kelak suatu saat akan ada Perempuan-perempuan yang menjadi pemimpin tertinggi di republik ini. Guna menuju ke arah sana, Perempuan kini mulai mengambil peran menjadi aktor politik yang mampu membicarakan arah kemajuan bangsa maupun daerahnya, seperti halnya keikutsertaan perempuan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang merupakan unsur penting dalam keberlangsungan negara Indonesia yang menganut paham demokrasi.

Preferensi Keterpilihan

Menurut data dari berbagai sumber, keikutsertaan Perempuan dalam pemilu legislatif 2024 ini, ada pada angka 37,7 %. Persentase tersebut dapat menjadi patokan dalam pemilu kepala daerah, yang mana akan banyak pula kandidat perempuan yang akan ikut bertarung. Namun demikian, Peluang keterpilihan Perempuan dalam pemilihan kepada daerah, baik itu tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota menjadi sangat dinamis karena preferensi rakyat begitu menentukan.

Penulis memiliki asumsi tentang berbagai aspek penting yang menjadi preferensi terpilihnya  Perempuan. Asumsi ini tidaklah mutlak benar, akan tetapi masih sangat terbuka untuk didiskusikan. Aspek-aspek tersebut antara lain:

Latar belakang kandidat Perempuan; pertama, apakah kandidat tersebut merupakan kader dari suatu partai tertentu: kedua, apakah kandidat Perempuan mempunyai hubungan dengan dinasti politik tertentu; ketiga, basis dukungan di balik kandidat Perempuan; dan yang selanjutnya, yang tidak kalah penting pula adalah kekuatan finansial dari kandidat perempuan. Hal-hal demikian menjadi mesin efektif untuk membantu kemenangan Perempuan dalam pemilihan kepala daerah.

Kandidat Perempuan Pilkada NTB

Seperti yang telah kita ketahui bersama,  pesta demokrasi pemilihan kepala daerah provinsi NTB, pada pemilihan Gubernur dan Wakil gubernur, terdapat tiga kandidat calon, yang mana dua diantaranya adalah calon perempuan. Pertama, Sitti Rohmi Djalilah, merupakan wakil gubernur periode sebelumnya yang saat ini mencoba peruntungan menjadi calon gubernur yang berpasangan dengan W. Musyaffirin. Kedua, Indah Dhamayanti Putri, Bupati Bima dua periode yang digandeng Lalu Muhammad Iqbal sebagai calon wakil gubernur.

Baca juga: Pola, Tahap, dan Peran dalam Gerakan Harmoni

Sewalaupun posisi mereka tidak sama, dalam artian Umi Rohmi kandidat gubernur, sedangkan Umi Dinda kandidat wakil gubernur, akan tetapi pertarungan antara kedua Perempuan ini akan sangat menarik mengingat keduanya memiliki track record yang sangat panjang di perpolitikan NTB.

Yang lebih menarik pencalonan kandidat perempuan itu tidak hanya akan terjadi pada tingkat Provinsi saja, melainkan pilkada Kabupaten/Kota di NTB pun akan diramaikan oleh Perempuan. Di Lombok Barat misalnya, empat kandidat yang telah mendaftarkan diri Bersama pasangannya masing-masing untuk ikut bertarung diantaranya adalah Perempuan.

Ada nama Sumiatun dan Nurhidayah yang mendaftarkan diri sebagai kandidat Calon Bupati, ada juga nama Nurul Adha dan Khaeratun sebagai kandidat calon wakil bupati.

Selanjutnya di Kabupaten Sumbawa Barat ada  Ny.Hanipah sebagai kandidat calon wakil bupati, lau di Kabupaten Sumbawa ada Dewi Noviany sebagai kandidat calon bupati, Kabupaten Bima ada Hj. Rostiati sebagai kandidat calon wakil bupati, dan yang terakhir di Kota Bima ada Hj. Mutmainnah sebagai kandidat calon wakil walikota.

Melihat nama Perempuan-perempuan hebat yang muncul sebagai calon pemimpin di NTB, menjadikan provinsi ini sebagai provinsi yang begitu terbuka untuk memberikan kesempatan bagi kaum Perempuan, dan hal tersebut menimbulkan kebanggaan tersendiri.

Akhirnya apapun yang menjadi preferensi keterpilihan Perempuan-perempuan yang saat ini akan bertarung di Pilkada NTB, semoga kedepannya akan muncul lebih banyak lagi Perempuan yang akan menjadi pemimpin masa depan, dan tentu yang berpengaruh dan mempengaruhi.

AMALA WARA AKSARA

*Zainal Abidin, amala Wara dan Rawi