UN Women bekerjasama dengan Wahid Foundation dengan dukungan Korea International Cooperation Agency (KOICA) tengah menjalankan  program Penguatan Perempuan untuk Perdamaian Berkelanjutan: Nexus Perdamaian – Kemanusiaan untuk Meningkatkan Ketangguhan Masyarakat di Indonesia (Empowered Women for Sustainable Peace: Addressing Peace Humanitarian Nexus to Enhance Community Resilience) di Kota Bima.

Pada Senin (22/7) Wahid Foundation melakukan audiensi dengan Penjabat (Pj) Wali Kota Bima, Mohammad Rum, di Kantor Wali Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk menjalin silaturahmi serta memperkenalkan program Penguatan Perempuan untuk Perdamaian Berkelanjutan yang akan diimplementasikan di Kota dan Kabupaten Bima hingga tahun 2026. Program ini fokus pada pemberdayaan perempuan dan pemuda serta penguatan sistem kewaspadaan dini untuk mencegah konflik sosial dan bencana alam.

Program ini melibatkan mitra lokal, yakni La Rimpu dan LP2DER, yang akan berkontribusi dalam peningkatan kapasitas terkait kepemimpinan, advokasi kebijakan, serta pelibatan aktif perempuan dalam pencegahan bencana dan konflik sosial.

Audiensi dibuka dengan sambutan dari Kepala Bakesbangpol Kota Bima, Muhammad Hasyim, yang menyambut baik niat konsorsium untuk menginisiasi audiensi program dan menyatakan keinginan untuk mengenal lebih dalam tentang program ini.

“Kami sangat mengapresiasi inisiatif ini. Program ini sangat relevan dengan kebutuhan masyarakat Kota Bima, terutama dalam hal peningkatan kapasitas perempuan dan pemuda untuk menghadapi berbagai tantangan sosial dan alam. Kita kota kecil, dan dalam dukungan fiskal yang kecil. Kami sangat welcome, dan mendukung kegiatan semacam ini,” tutur Hasyim.

Selanjutnya, Plh Direktur Eksekutif Wahid Foundation, Siti Kholisoh, memaparkan bahwa program ini bertujuan untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat melalui intervensi yang menggabungkan aspek kemanusiaan, pembangunan, dan perdamaian.

“Kami percaya bahwa perempuan memiliki peran kunci dalam menciptakan perdamaian yang berkelanjutan, oleh karena itu, kami fokus pada peningkatan kapasitas perempuan dalam kepemimpinan dan partisipasi aktif mereka dalam proses pencegahan dan penanggulangan bencana serta konflik sosial. Dalam program ini, kami juga bekerja sama dengan mitra lokal seperti La Rimpu dan LP2DER untuk memastikan bahwa pendekatan kami sesuai dengan konteks lokal dan kebutuhan spesifik masyarakat di Bima,” jelas Siti Kholisoh.

Siti Kholisoh berharap mendapatkan masukan dan arahan dari pemerintah Kota Bima agar implementasi program ini nantinya dapat benar-benar memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya kelompok perempuan dan anak muda.

Menurutnya, program ini akan menyediakan pelatihan dan pendampingan teknis bagi perempuan dan pemuda untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam kepemimpinan, pengurangan risiko bencana, dan pengembangan ekonomi. Misalnya, di tingkat kelurahan, program ini menguatkan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) dan membentuk Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).

“Pelatihan mencakup deteksi dini bencana, penyelesaian perselisihan secara damai, dan pengembangan usaha berbasis komunitas yang berkelanjutan. Melalui kolaborasi dengan forum-forum lokal seperti Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), program ini kami harapkan berkontribusi pada peningkatan ketangguhan komunitas dan pencapaian tujuan SDGs, khususnya dalam pengarusutamaan gender dan perdamaian berkelanjutan,” pungkasnya.

Menanggapi hal tersebut, Penjabat (Pj) Wali Kota Bima, Mohammad Rum, memberikan apresiasi dan dukungan terhadap program pemberdayaan perempuan ini. Hal ini menurutnya sangat penting guna meningkatkan kesiapsiagaan dan kerentanan di Kota Bima melalui pendekatan partisipatif masyarakat dan komunitas.

Pj. Wali Kota Bima, Muhammad Rum sedang beraudiensi dengan tim Wahid Foundation, La Rimpu, dan LP2DER

“Pemerintah Kota Bima merespon dan menyambut baik inisiatif ini. Saya sendiri telah bekerja di BPBD dan Kesbangpol selama tiga tahun, dan memiliki pengalaman menghadapi banjir bandang di tahun 2016 sebagai komandan serta gempa Lombok sebagai general lapangan, saya menyadari kerentanan kota Bima, Kami akan menyiapkan diri untuk mendukung kolaborasi program ini,” katanya.

Gambaran Program

Program Pemberdayaan Perempuan untuk Perdamaian Berkelanjutan: Nexus Perdamaian – Kemanusiaan untuk Meningkatkan Ketangguhan Masyarakat di Indonesia berlangsung sejak 26 Juni 2023 hingga 31 Desember 2026 di tiga provinsi, yaitu Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Tujuannya adalah meningkatkan ketangguhan masyarakat dan mengurangi kerentanan dalam situasi darurat bencana alam di wilayah rentan konflik melalui pendekatan keterhubungan kemanusiaan, pembangunan, dan perdamaian (HDP Nexus) di Indonesia. Program ini bekerja sama dengan beberapa kementerian strategis, termasuk Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPPA), Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Di Kota/Kabupaten Bima, NTB, UN Women dan Wahid Foundation akan bekerja sama dengan mitra lokal La Rimpu dan LP2DER, menyasar tujuh desa/kelurahan, yaitu Desa Sila Rato, Desa Roi, Desa Ncera, Desa Samili di Kabupaten Bima, serta Kelurahan Penatoi, Kelurahan Dara, dan Kelurahan Paruga di Kota Bima. Tujuh desa/kelurahan ini dipilih setelah melalui proses asesmen oleh tim Wahid Foundation dan La Rimpu, mempertimbangkan masukan, arahan, serta rekomendasi dari Organisasi Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten Bima.

Desa/kelurahan yang diintervensi akan difasilitasi berbagai kegiatan pelatihan terkait kesiapsiagaan bencana, pencegahan konflik sosial, dan upaya mempromosikan perdamaian untuk mencegah intoleransi dan ekstremisme kekerasan. Selain itu, kelompok perempuan muda akan difasilitasi dengan kegiatan untuk peningkatan kapasitas dalam kepemimpinan, advokasi kebijakan, dan keterlibatan dalam pencegahan bencana dan konflik sosial. Aparatur pemerintah desa dan kelurahan juga akan mendapatkan pelatihan perencanaan dan penganggaran desa yang responsif gender, dengan harapan desa/kelurahan mampu melahirkan kebijakan dan program terkait kesiapsiagaan bencana serta pencegahan konflik sosial yang responsif gender