[Bogor], [2/11/2025] — Dalam upaya memperkuat peran perempuan sebagai agen perdamaian di masyarakat, Sekolah Rintisan Perempuan untuk Perubahan (La Rimpu) menyelenggarakan kegiatan “Pelatihan Anggota Kelompok Perempuan tentang Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme dengan Kekerasan” pada Minggu-Senin, 2-3 November 2025 di Izi Hotel, Kota Bogor, Jawa Barat.
Kegiatan ini diikuti oleh 30 anggota kelompok perempuan yang berasal dari tiga desa di wilayah Bogor yaitu Desa Tajur Halang, Desa Sasak Panjang, dan Desa Pamijahan dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas kelompok perempuan dalam mengenali, mencegah, serta menanggulangi potensi ekstremisme dan kekerasan di tingkat komunitas.
Dalam sambutannya, Pembina Yayasan La Rimpu, Prof. Abdul Wahid menyampaikan bahwa perempuan memiliki peran strategis dalam membangun ketahanan sosial masyarakat. Selain itu, ia menambahkan bahwa forum ini menjadi tempat belajar bagi La Rimpu untuk saling berkenalan dan berbagi pengalaman dalam kegiatan-kegiatan Pembangunan komunitas yang inklusif dan setara.

“Kami merasa sangat senang dapat berbagi dengan teman-teman semua. Dalam membangun aktor, dari dalam komunitas itu sendiri , yang sebenarnya telah La Rimpu lakukan beberapa tahun lalu. Kami merasa harus terus memberi dampak bagi masyarakat yang lebih luas. Paling tidak lima Ta yang bisa kita lakukan. Pertama, taaruf, untuk saling berkenalan satu sama lain. Kedua, taawun, tolong menolong satu sama lain. Ketiga, tawazun, teman ke kiri ayo ke tengah lagi, rangkul lagi yang lain. Keempat, tasamuh, toleran dan saling menghargai sesame. Kelima, tawasau, saling menasehati.,” ujar Guru Besar UIN Mataram ini.
Selain itu, Direktur Yayasan Inklusif, Muhammad Subkhi menyampaikan pentingnya pengalaman perempuan dalam upaya membangun perdamaian. “Kita semua berkumpul di sini untuk berpikir tentang orang lain, saling berbagi cerita satu sama lain. Bukan ingin mengisi apalagi menggarami laut, ibu-ibu jelas sudah mengalami asam garam kehidupan. Kami semua di sini mengajak ibu-ibu bagaimana membangun masyarakat yang dengan modal sosial yang begitu kaya mampu membangun perdamaian dan tahan konflik.” Jelasnya.
Dari pihak Wahid Foundation, hadir Mananging Director Wahid Foundation, Siti Khoslisoh. Dalam sambutannya sekaligus membuka kegiatan tersebut, Siti Kholisoh menyampaikan pentingnya peran perempuan dalam mencegah ekstremisme kekerasan dan membangun perdamaian “Kita tidak bisa menitipkan perdamaian ke satu pihak saja. Dari proses refleksi itu, bagaimana perempuan juga ditingkatkan keterampilan, sehingga perempuan bisa aktif memberi masukan dalam pengambilan Keputusan di desa. Yang kita inginkan, perempuan yang mewakafkan waktu ini untuk tanggung jawab sosial yang lebih besar dan menjadi penggerak di lingkungan ibu-ibu masing-masing.” Tandasnya.
Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari kerja sama La Rimpu, Wahid Foundation, Yayasan Inklusif, dan Libu Perempuan dalam Program Strengthening Social Cohesion: Building Peace Village to Enhace Community Resilience Against Radicalism and Violence Extremism ini didukung langsung oleh Global Community Engangement and Resilience Fund (GCERF).
Pada hari pertama, pelatihan ini mencakup empat materi, antara lain: Pertama, Memahami perspekstif gender dan perubahan sosial. Kedua, Sembilan nilai Gus Dur dan Desa Damai. Ketiga, Mengenal intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme kekerasan. Keempat, kerentanan perempuan dalam radikalisme dan ekstremisme kekerasan. Adapun pada hari kedua pelatihan, rencananya peserta akan dibekali dengan materi peran perempuan dalam pencegahan intoleransi dan pemetaan aktor deteksi dini dalam pencegahan ekstremisme kekerasan.
Kegiatan ini juga diisi dengan sesi diskusi, studi kasus, pemutaran film dengan ice breaking yang seru, sehingga peserta dapat langsung melihat kasus-kasus dan dapat membedakan antara intoleransi, radikalisme maupun tindakan-tindakan ekstremisme kekerasan di kehidupan sehari-hari.
Menurut Prof. Atun Wardatun, selaku Direktur La Rimpu dan narasumber pada materi gender dan perubahan sosial bahwa praktik ketidakadilan gender dalam kehidupan sosial dalam membawa dampak bagi kehidupan perempuan. Streotipe perempuan hanya bisa aktif di ruang domestik harus cegah dan diminimalisir.
“Harapan saya, melalui pelatihan-pelatihan seperti ini, kita bisa menciptakan aktor perempuan yang bisa membawa perubahan sosial dan perdamaian minimal di lingkungan ibu-ibu sendiri,” ungkapnya.
Melalui pelatihan ini, diharapkan para peserta dapat menjadi penggerak perdamaian di wilayahnya dan turut berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan bebas dari kekerasan.[]