Sekolah Rintisan Perempuan untuk Perubahan (La Rimpu) kembali menggelar pelatihan untuk perempuan desa. Pelatihan kali ini berfokus pada materi advokasi dan kepemimpinan perempuan Senin-Selasa (6-7/5/2024) yang bertempat di Aula Kantor Bupati Bima.
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari program WISE Initiative, kerja sama antara UN Women, Wahid Foundation, dan La Rimpu. Adapun tujuan akhir dari program ini ialah terciptanya desa damai (Kampo Mahawo) di Kabupaten Bima.
Sebanyak dua puluh lima perempuan dari lima desa dampingan La Rimpu untuk program WISE Initiative (Dadibou, Renda, Roka, Kalampa, Penapali) mengikuti kegiatan tersebut dengan antusias. Hal ini dibuktikan keaktifan dan forum yang dialogis antara narasumber dan peserta.
Dalam sambutannya, Bupati Bima yang diwakili oleh Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemkab Bima, Fatahullah membuka secara resmi kegiatan tersebut. Dalam sambutannya ia menyampaikan bahwa perempuan harus mampu memberikan kontribusi dalam pembangunan tata kelola pemerintahan dan keberpihakan pada kelompok minoritas.
“Saya berharap kaum perempuan dalam menggali dan memanfaatkan potensi yang dimilikinya dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan masyarakat dan yang lebih luas.” Ungkapnya.
Adapun materi di hari pertama bertema Advokasi: Strategi atau Metode Membangun Isu yang Ada di Desa disampaikan langsung oleh ibu Rani Wahyuni. Dalam materinya, ia menyinggung bahwa keberhasilan advokasi yang dilakukan bergantung pada kolaborasi dan kerja sama antar aktor yang terlibat. Oleh karena itu, menurut Rani, penting untuk membentuk aliansi kelompok perempuan yang menjadi aktor inti dalam proses advokasi.
“Praktik advokasi ini penting, tetapi untuk membuatnya berhasil harus ada aktor inti yang menggerakkan kelompok. Creative minority itu penting untuk diciptakan.” Jelas penulis buku Gurun Tak Bernama ini.
Sedangkan pada materi Kepemimpinan dan Negosiasi diisi oleh Direktur La Rimpu, Prof. Atun Wardatun. Dalam materinya ia menyampaikan bahwa isu kepemimpinan merupakan isu yang sangat dekat dengan kita. Kita harus menyadari bahwa kita semua ini adalah pemimpin minimal bagi diri kita sendiri.
“Couma ma nggahi ake, nggahi Nabi ke. Kita semua ini pemimpin. Kullukum ra’in wa kullukum masulun an ra’iyyatihi. Setiap dari kalian adalah pemimpin dan tiap pemimpin dimintai pertanggungjawaban.” Jelas Guru Besar UIN Mataram ini di hadapan peserta.
Selain itu, ia menambahkan bahwa keterampilan negosiasi banyak dipengaruhi oleh tiga faktor yakni komunikasi, analitis, dan harus fleksibel. Komunikasi yang dimaksud yakni bisa menyampaikan ide dan gagasan secara persuasif, mampu menganalisis masalah dan isu secara komprehensif, dan bisa menyesuaikan strategi dengan situasi dan kondisi untuk mencapai kesepakatan terbaik.
Dalam dialog dengan Prof. Atun Wardatun, banyak peserta yang mengungkapkan potensi perempuan di desanya masing-masing dan permasalahan yang banyak dialami oleh perempuan di desa yang banyak menimbulkan konflik antar desa.
Di akhir kegiatan, peserta diwajibkan untuk mengisi post test dan rencana tindak lanjutnya peserta pelatihan untuk menciptakan desa damai di desanya masing-masing.[]