Setelah kegiatan Kelas Inisiator Perdamaian (KIP) Batch 2 di Hotel Marina Inn, Kota Bima, 4-5 Maret 2025 lalu, tim La Rimpu, Wahid Foundation, dan peserta KIP diagendakan untuk melakukan field trip (turun lapangan) ke desa-desa dampingan Program Desa Damai (Kampo Mahawo).

Adapun desa-desa tujuan field trip ini ialah Desa Samili, Desa Dadibou, dan Desa Penapali. Di tiga desa tersebut peserta diajak melihat potensi dan tantangan yang dihadapi desa-desa tersebut untuk nantinya potensi tersebut dikembangkan oleh pemuda desa.

Baca juga: Pasca Kelas Inisiator Perdamaian, Wahid Foundation dan La Rimpu Kunjungi Kampo Mahawo di Kabupaten Bima

Salah satu peserta, Irfan, saat berkunjung ke Desa Dadibou mengungkapkan harapan besarnya agar potensi desanya bisa dikembangkan menjadi salah satu objek wisata. Pasalnya, dengan keindahan alam luar biasa di Dusun Minte, Desa Dadibou ini tak ada alasan untuk masyarakat tidak berkunjung.

“Kami ingin bukit ini lebih dikenal sebagai destinasi wisata. Jika dikelola dengan baik dan di-branding dengan masif pasti semuanya akan merasakan dampak baik dari tata kelola yang baik ini. Dusun Minte bisa menjadi tempat wisata yang maju dan bisa mengangkat perekonomian desa, terutama bagi UMKM lokal,” ujar Irfan.

Dokumentasi Zainal (Wahid Foundation) di Desa Roka melihat aktivitas masyarakat memandikan kuda

Selain berkunjung ke Dusun Minte, peserta juga diajak melihat potensi pertanian dan bandeng masyarakat Dadibou di Dusun Godo. Namun, potensi pertanian dan bandeng yang ada di desa ini belum dieksplorasi lebih jauh. Kondisi tersebut banyak dipengaruhi oleh cuaca dan hama yang menyerang. “Yaa, tergantung cuaca, mas.” Terang Syarif, salah satu petani tomat.

Selain itu, perlu diketahui bahwa, Dusun Godo pernah mengalami kerusuhan besar di tahun 2012. Di mana, 80 rumah dibakar massa (JPNN.com, 3/10/2012). Potensi konflik ini dapat mempengaruhi pertanian. Sebab, distribusi pupuk maupun hasil dapat terganggu dengan situasi ini. Oleh sebab itu, peran pemuda menjadi garda perdamaian desa menjadi salah satu potensi untuk membendung konflik desa.

Selain ke Desa Dadibou, peserta juga berkunjung ke Desa Kalampa. Di Kalampa, peserta berkunjung ke UMKM Angi Ndadi yang dikelola oleh Ibu Turaya. Produk unggulan UMKM ini ialah dari abon hingga minuman herbal. Produk dari UMKM ini juga sudah berhasil menembus pasar local dan dijual di sejumlah pusat perbelanjaan di Kabupaten Bima.

De ndawi kai ndaita lo’i ake ta dou dei uma ndai ntoina supu na. De ndai rauku ke hinap asam lambung. De fiki ra kananu ba ndai ta, de taho ndawi ba ndai lo’i, palasi wara ja dei ma lu’u” (Saya mulai membuat minuman ini karena suami saya sakit, dan saya sendiri pernah mengalami asam lambung. Dari situ saya berpikir untuk mengolah bahan alami yang bisa membantu kesehatan, dan ternyata juga bisa membantu perekonomian keluarga.” Ungkap Turaya.

Peserta mengunjungi Sanggar La Meci

Selain mengunjungi UMKM, peserta juga diajak untuk mengunjungi salah satu sanggar seni di Desa Kalampa. Sanggar La Meci yang fokusnya untuk kalangan muda telah banyak menggali potensi anak muda Desa Kalampa di bidang seni-budaya.

Menurut pengelola sanggar tersebut, kreativitas dan soliditas pemuda untuk terlibat dan mengembangkan bakatnya sangat besar. Biasanya kami diundang untuk memeriahkan kegiatan MTQ atau yang lainnya. “Hubungan kami bukan hanya guru-murid, tapi di sini kami keluarga, belajar kebersamaan.” Ungkap Arfi, salah satu pengelola Sanggar La Meci.

Baca juga: Dari Subordinasi ke Partisipasi: Kesetaraan Gender sebagai Pilar Pembangunan Berkelanjutan

Desa selanjutnya yang dikunjungi oleh rombongan ini ialah Desa Penapali. Di Penapali, peserta berkunjung ke Rumah Quran Ar-Rayan yang berlokasi di Dusun Kalibaru. Saar berkunjung peserta merasakan nuansa religius yang kental yang ada di rumah Qur’an ini.

Ahmad, pengelola Rumah Quran Ar-Rayan menyatakan bahwa ia menginginkan bahwa anak-anak des aini tumbuh dengan akhlak yang baik. “Kami ingin anak-anak memiliki pemahaman agama yang kuat.” Jelasnya pada peserta.

Adapun tujuan dari field trip ini sebagai praktik dari materi pelatihan KIP lalu, peserta diwajibkan untuk mengambil dokumentasi potensi desa dan aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat di desa tersebut.

“Subjek foto yang sudah direncanakan agar disiapkan ya.” Ungkap Zainul, Tim Media Wahid Foundation.

Pengalaman-pengalaman lapangan seperti ini, menjadi berharga bagi peserta. Sebab, dengan melihat lebih dekat potensi desa yang luar biasa, membuat pemuda dan peserta KIP lebih peka melihat desanya. “Ya harus gitu, kemarin sudah teori dokumentasi dan desain, sekarang harus aksi-aksi-aksi.” Tandas Mir’tun Syarifah sambil menyemangati peserta.[ARA]