Pada Sabtu, 25 Mei 2024, pertemuan reguler di Bendungan Roi-Roka yang difasilitasi oleh Miratun Syarifah (Mira) dan Feriyadin (Feri) berlangsung dengan penuh diskusi mendalam mengenai isu-isu krusial yang dihadapi masyarakat setempat. Dalam pengantarnya, Mira menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan kelanjutan dari pertemuan yang pernah dilaksanakan di kantor desa Roka, dengan topik-topik sebelumnya seperti kepemimpinan perempuan, potensi diri, dan pembangunan desa.
Mira kemudian mengangkat kembali isu perkelahian antar desa yang terjadi sejak 2012 saat ada orgen tunggal, dan mengarahkan para peserta, terutama ibu-ibu, untuk fokus pada isu-isu spesifik yang sering terjadi seperti kenakalan remaja dan pencurian. “Kita perlu menggali akar masalah, inti, dan dampaknya serta mencari solusi yang bisa kita tawarkan,” kata Mira.
Mira mengingatkan peserta mengenai kejadian pada 2019 ketika seorang pemuda mencuri ayam dan diberi sanksi adat oleh Kepala Desa Roka, Iksan, S.Pd., berupa mengarak pemuda tersebut dengan tulisan “Nahu dou Mpanga” (saya seorang maling) di punggungnya. Namun, sanksi ini tidak diteruskan karena kekhawatiran akan dampak psikologis bagi pelaku. Mira juga mengingatkan tentang “Festival Kampung Jompa” yang bertujuan melestarikan budaya lokal dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat.
Baca juga: Perempuan Bisa Hidup tanpa Cinta?
Setelah memberikan gambaran mengenai isu-isu yang pernah terjadi, Mira dan Feri memberikan tugas kepada peserta untuk menggali isu-isu spesifik yang terjadi di sekitar mereka. Beberapa peserta pun berbagi pandangan dan pengalaman mereka.
Rahmatiamah, menyoroti bahwa pencurian di desa ini sebagian besar disebabkan oleh minimnya lapangan pekerjaan dan masalah narkoba. “Pelaku bukan hanya kaum muda, melainkan juga orang tua. Dampaknya sangat merugikan masyarakat luas, termasuk para orang tua,” ungkapnya. Rahmatiamah mengusulkan solusi berupa penyediaan lapangan pekerjaan oleh pemerintah, khususnya bagi para pemuda.
Senada dengan Rahmatiamah, Srimulyati mengungkapkan bahwa kenakalan remaja merupakan isu utama yang disebabkan oleh terbatasnya lapangan pekerjaan, kurangnya pengawasan orang tua, pengaruh lingkungan yang negatif, kemiskinan, dan narkoba. “Saya sendiri menjadi korban pencurian, kehilangan laptop dan TV. Solusinya, pelaku harus dilaporkan kepada pihak berwajib dan pemerintah desa perlu mengadakan seminar mengenai kenakalan remaja,” tambahnya. Rugaya menambahkan bahwa penyuluhan keagamaan di desa juga perlu dilaksanakan.
Sri Wahyuni mengidentifikasi pencurian yang disebabkan oleh pengangguran sebagai masalah utama. “Saya sering kehilangan ternak seperti kambing, ayam, bahkan sapi, tidak hanya di malam hari, tapi juga siang bolong. Ini sangat merugikan masyarakat,” katanya. Ia menyarankan solusi berupa penguatan bimbingan dari orang tua dan perangkat desa dalam memberikan hukuman serta mencarikan pekerjaan bagi pemuda.
Marjan menyoroti pencurian HP dan uang yang disebabkan oleh broken home, pengangguran, kemiskinan, dan kecanduan narkoba. “Dampaknya adalah keluarga pelaku merasa tidak percaya diri, dan warga sekitar kehilangan kepercayaan,” ujarnya. Ia mengusulkan bimbingan dan nasehat bagi pelaku dan keluarganya sebagai solusi.
Uyun mengungkapkan bahwa pencurian padi saat masa panen sering terjadi akibat krisis keuangan. “Dampaknya sangat besar, menyebabkan kehilangan dan kerugian,” jelasnya. Ia menyarankan pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan dan bekerja sama dengan pihak luar untuk pelatihan keterampilan.
Hadija menegaskan bahwa kenakalan remaja disebabkan oleh minimnya lapangan pekerjaan, kurangnya pengawasan orang tua, pengaruh lingkungan yang negatif, dan narkoba. “Pelaku tidak hanya kaum muda, tetapi juga orang dewasa, yang menyebabkan keresahan masyarakat dengan dicurinya ternak ayam dan hasil tani seperti padi,” tambahnya. Hadija juga mengusulkan agar pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan sebagai solusi utama.
Riska memulai dengan menyampaikan keprihatinannya terhadap pernikahan dini. Menurutnya, “isu utama adalah pernikahan dini yang disebabkan oleh pergaulan bebas, kurangnya pengawasan dari orang tua yang telah bercerai, serta lingkungan pergaulan.” Riska menjelaskan bahwa pernikahan dini ini berdampak serius, termasuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), masalah ekonomi, ketidaksiapan mental, dan rendahnya tingkat pendidikan. Sebagai solusi, Riska menyarankan pentingnya mencari teman yang positif dan meningkatkan kesadaran orang tua untuk mengawasi remaja yang memasuki usia dewasa.
Rahma kemudian mengangkat isu perceraian, yang menurutnya disebabkan oleh pengangguran, ketidaksiapan mental, dan adanya orang ketiga. “Perceraian berdampak pada KDRT, di mana seorang suami menganiaya istri dan anak, serta mengganggu psikologi anak,” ujarnya. Rahma menawarkan solusi berupa musyawarah dan kelas parenting untuk mengatasi masalah ini.
Hamisa, menyoroti KDRT sebagai isu utama yang disebabkan oleh keterbatasan ekonomi, pengangguran, dan campur tangan pihak ketiga seperti orang tua atau saudara. “KDRT ini sering kali berujung pada perceraian,” ungkapnya. Hamisa menyarankan pemerintah dan dinas terkait untuk melakukan pembinaan guna mengurangi angka KDRT.
Lisah mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kecanduan game online di kalangan remaja. Menurutnya, “kecanduan ini disebabkan oleh faktor orang tua seperti perceraian, keberadaan orang tua sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI), dan kurangnya pengawasan dari orang tua.” Lisah mencatat dampak nyata di lingkungan sekolah, di mana siswa absen hingga dua minggu dan datang ke sekolah dengan kondisi kurang tidur. Solusi yang dia tawarkan adalah peningkatan pengawasan dari orang tua dan pengurangan penggunaan HP untuk bermain game.
Faijah menyoroti isu hutang piutang yang disebabkan oleh pengangguran, kemiskinan, dan keinginan berlebihan yang tidak sesuai dengan keadaan ekonomi. “Hal ini sering kali berujung pada mencari bantuan dari rentenir dengan bunga tinggi,” jelas Faijah. Solusinya adalah mencarikan pekerjaan dan modal untuk membuka usaha.
Tika membahas kejadian pelemparan batu di rumah warga yang disebabkan oleh sikap iseng, kumpul kebo, dan perselingkuhan. “Kejadian ini meresahkan warga dan mengganggu kesehatan orang tua renta,” ujarnya. Tika menyarankan pembinaan dan perketatan regulasi desa hingga pukul 10 malam.
Munawarah menyampaikan masalah knalpot racing yang sering digunakan untuk gaya-gayaan, ikut-ikutan, dan meramaikan malam tahun baru. “Ini mengganggu waktu tidur masyarakat dan meresahkan warga,” katanya. Solusinya adalah pelaku diproses dan dilakukan sosialisasi untuk pelarangan penggunaan knalpot racing.
Setelah sesi penggalian isu pada masing-masing peserta, Mira memberikan penekanan penting terhadap orientasi solusi dari ragam isu yang diangkat. Harapan besar yang disampaikan Mira adalah perlunya pelatihan untuk peningkatan keterampilan pemuda, perempuan, dan masyarakat secara umum.
Mira menegaskan, “kalau untuk buka lapangan pekerjaan oleh Pemdes sepertinya cukup sulit. Tapi upaya untuk mengadakan dan kerjasama dengan dinas terkait untuk pelatihan pemuda dan kaum ibu-ibu, sepertinya bisa. Misalnya sosialisasi, penyuluhan, kelas pranikah, kelas parenting, gadget, dan penyalahgunaan narkoba.” Mira menekankan pentingnya pendampingan dan pembinaan keterampilan bagi pemuda agar mereka berdaya secara ekonomi.
Mira kemudian memberikan kesempatan kepada beberapa peserta untuk melakukan refleksi dari seluruh rangkaian aktivitas yang telah mereka lalui bersama. Riska, salah satu peserta, mengatakan bahwa dirinya mengalami perubahan signifikan, “saya semakin berani berbicara di depan umum dan sadar akan pentingnya kepemimpinan perempuan. Saya bisa menyuarakan ide dan gagasan di depan orang banyak.”
Atun juga mengungkapkan rasa terkesannya terhadap materi yang membahas rumah tangga dan ilmu parenting, “materi tersebut memberikan banyak perubahan pada diri saya. Saya sekarang bisa menegosiasi kebutuhan saya untuk mengikuti acara-acara seperti ini kepada suami dan memiliki prinsip lobi yang kuat untuk mendapatkan izin dari suami.”
Fatimah menambahkan bahwa materi mengenai mengenal potensi diri, percaya diri, dan tanggung jawab pada diri sendiri telah memberikan kepercayaan diri untuk selalu tampil terbaik. Sementara itu, Mulyani memberikan dorongan kepada peserta lain untuk berani berbicara.
Baca juga: Rangsang Gairah Berkarya, La Rimpu-Alamtara Adakan Coaching Clinic Penulisan
Uyun mengambil mikrofon dan mengatakan bahwa menjadi fasilitator harus mampu membaca keadaan, seperti sabar di lampu merah dan menjaga perasaan orang lain agar tidak membunyikan klakson terlalu dekat. “Mengenal diri dan percaya diri untuk tampil di depan umum sangat penting. Salah benar yang penting berani tampil dulu,” tambahnya.
Srimulyati juga berbagi pengalamannya, menyatakan bahwa ilmu yang didapatkannya telah ia bagikan kepada kakak kandungnya yang sering bertengkar dengan suaminya. “Saya memberikan nasihat bahwa setiap masalah tidak boleh diketahui oleh banyak orang, dan harus bersama-sama sabar dan mencari solusinya,” ungkap Srimulyati.
Setelah refleksi beberapa peserta, Mira mengajak ibu-ibu agar mampu menegosiasi untuk bisa mengadvokasi kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan. Misalnya isu Tutu Uma, ini sangat menarik. “Karena suara-suara Perempuan cukup didengar oleh Pemdes, BPDes, dan sebagainya.” Dari pernyataan itu, Mulyani, yang merupakan anggota BPD Desa, merespons bahwa Pemerintah Desa (PEMDES) telah mengalokasikan anggaran untuk upaya penyuluhan dan pelatihan, yang bekerjasama dengan berbagai dinas terkait seperti BNN dan DP3A. Upaya ini telah dilakukan kepada guru dan anak sekolah.
Mira kemudian melanjutkan dengan pertanyaan tentang persiapan ibu-ibu sebagai agen perdamaian jika terjadi peperangan lagi di desa mereka. Murni menjawab bahwa mereka sekarang lebih siap, terinspirasi oleh pembelajaran dari pengalaman masa lalu dan pelatihan yang mereka terima. Mereka bertekad menjadi garda terdepan untuk perdamaian.
Dari antusiasme ibu-ibu, Rahma mengusulkan pembentukan kelompok kecil dengan memberikan tugas-tugas seperti pembuatan cendera mata. Mira kemudian mengusulkan bahwa Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang dapat diadvokasikan adalah penyelenggaraan Seminar Tingkat Desa untuk menjawab isu-isu yang dibahas, serta memenuhi kebutuhan ibu-ibu.[]
Ilustrasi: Kalikuma Studio
*Feriyadin, Dosen STIPAR Soromandi